Menghadapi New Normal, Pemerintah Diminta Bentuk Tim Komunikasi Covid-19

JAKARTA,IKAGAWANES.ID   –  Kebijakan pemerintah pusat kerap tumpang tindih terkait dengan pelaksanaan ‘new normal’ dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di daerah, di tengah pandemi Covid-19. Bahkan publik dibuat bingung aturan mana yang harus diiukuti.

Sehingga upaya pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran virus yang telah menelan korban ribuan nyawa manusia itu dinilai menjadi bias dan tidak sesuai dengan target.

Oleh karenanya, pemerintah daerah maupun pusat perlu untuk melakukan strategi komunikasi penyuluhan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi kebijakan ‘new normal’ di tengah pandemi Covid-19 ini.

Pengamat Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan komunikasi pencegahan Covid-19 terhadap masyarakat dinalai belum berjalan secara sistematis.

“Masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak disiplin akibatnya melanggar protokol kesehatan dalam menghadapi penyebaran virus Covid-19,” ujar Emrus, kepada media ini, Minggu (31/5/2020).

Menurutnya, persoalan Covid-19 justru tidak kalah berbeda penanganannya dari aspek kesehatan dan menumbuhkan keaadaran. Karena dampak virus terhadap masyarakat sangat berkolerasi dengan tingkat kesadaran.

“Jadi tingkat kesadaran dan penanganan untuk mengatasi penurunan penyebaran virus Covid-19 ini harus dilakukan secara simultan, secara bersama-sama. Dan tidak hanya mengedepankan dalam menghambat penyebaran Covid-19 yang dilakukan secara medis atau kesehatan,” ujar Emrus.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah dapat membentuk tim khusus komunikasi penyuluhan untuk menangani kesadaran di masyarakat.

“Untuk kepentingan bangsa dan negara harus dibentuk Badan Nasional Strategi Komunikasi Penumbuhan Kesadaran dengan masa kerja misalnya 1 tahun. Karena kesadaran merupakan hal yang subtansi untuk mentaati peraturan,” kata Emrus.

Ia mengungkapkan, tim komunikasi penyuluhan ini bisa diambil dari sejumlah kalangan akademisi seperti pakar komunikasi dari UGM, UNPAD, UI dan sebagainya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah mau ‘jemput bola’.

Karena, tim komunikasi penyuluhan ini nantinya akan bekerja dengan cepat dan tepat dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan sekalipun ada risikonya. Tetapi niatnya baik.

“Saya mengatakan bahwa seorang akademisi bisa masuk disana, dan juga seorang yang mengerti profesional komunikasi di lapangan. Karena ini sudah di depan mata masalah,” ujar Emrus.

Sebagai pakar di bidang komunikasi, ketika media ini menanyakan soal apakah bersedia jika masuk dalam bagian tim strategi komunikasi, Emrus mengaku sangat bersedia. Hal itu dilakukan guna menumbuhkan kesadaran masyarakat menuju tatanan kehidupan baru di tengah pandemi Covid-19.

“Saya pun siap jika ditanya siap,” tuturnya.

Sambung Emrus, tentunya dengan catatan. Ia akan memberikan persyaratan ketika terlibat dalam tim komunikasi penyuluhan.

Pertama, saya diberikan wewenang untuk mengkoordinasi komunikasi di tingkat menteri.

“Jadi, menteri-menteri tidak boleh asal bicara. Selain itu, tentu saya harus diberikan kewenangan untuk memenag pesan komunikasi dari para menteri,” ujar Emrus.

Kedua, saya dapat memberikan ‘nasehat’ terhadap presiden terkait pesan komunikasi.

“Sehingga Bapak presiden tidak mengurusi hal-hal yang bersifat tekhnis,” ujar Emrus,dilansir Garudanews.id.

Kudian yang ketiga, kata Emrus, ada anggaran khusus yang disiapkan oleh pemerintah dalam mengelola pesan komunikasi. (Dhr/Grd)

Leave A Reply

Your email address will not be published.